About

Menagih Janji Reformasi

Thursday, April 26, 2012

Kemanakan semangat itu.
Kemanakah perginya para pejuang reformis.
Kemanakah mimpi reformasi yang dijanjikan.
Kami melarat tuaaannn!!!


Inikah kenyataan yang kalian berikan.
Inikah suara lantang yang dulu diucapkan.
Lalu, kemana pemimpin kami?
Inikah tujuan dari semangat reformasi.


Bukan sabar kami yang telah habis.
Tapi kami butuh kejelasan, bukan kebablasan.
Kemanakah reformasi itu akan dibawa.
Kami lapar tuaaannn!!!

Lantangnya suara teriakan memecah telinga, dan derap kaki seakan mengusir debu-debu yang tengah singgah. Hari itu, seorang pemimpin terjatuh dan tak berdaya ditangan para ksatria-ksatria karbitan. Tak ada ungkapan manis, dan tak ada ucapan terima kasih mereka menginjak hati seorang tetua yang juga tak terlalu baik dengan kami. Kalian menang dan kami bangga, namun kini... Kalian telah meninggalkan kami diantara kebingungan, kalian meninggalkan kami diantara kelaparan. Kaum kami merampok, mencuri, dan mengemis. Ini adalah salah kalian!!

Kami menagih apa yang telah kalian janjikan terhadap reformasi, dan kami menagih apa yang telah kalian tebar kedalam hati kami. Kami tak lebih dari kaum yang pesakitan yang harus menanggung kemelaratan ini dalam arti yang sebenar-benarnya. Inikah hasil dari dukungan kami terhadap reformasi kalian? Inikah balasan bagi kami yang telah ikut bersama kalian dalam reformasi? Kalian para pecundang dan ksatria karbitan kini telah sembunyi entah dimana. Keadilan tak kami temui, dan kesejahteraan tak pernah sekalipun menghampiri kami untuk sekedar menyapa. Inikah hasil dari reformasi yang dulu kalian agung-agungkan?

Kebusukan tak akan pernah hilang dari politik, faktanya kalian tak pernah dengan tulus memperjuangkan nasib kami. Dan yang terakhir, kalian andalah bangsat!!

Kemana Perginya Hati Nurani

Dia telah pergi...
Melangkah menjauh dan sulit untuk kembali.
Menuju jurang yang curam dan menceburkan diri mungkin.
Tak ada lagi ruang yang nyaman untuk dia singgahi.
Dan tak ada lagi ketulusan yang dia dambakan.


Kemanakah hati nurani pergi...
Kebusukan kalian telah membuatnya kecewa.
Mungkin dia muak melihat kalian.
Kebusukan, dan kekorupan kalian telah membuatnya pergi.


Kalian begitu nampak seperti bajingan.
Mengusirnya demi isi perut yang membusuk.
Dan kalian akan mati pada saatnya.
Ketika kalian tak pernah disumpah untuk selamat.
Kalian akan menangis dengan darah yang keluar dari mata kalian.

Kalian yang telah mengusir hati nurani adalah pecundang, sekumpulan bajingan yang tak kenal lelah mengisi perut kalian yang telah gendut. Menjilati tiap keringat rakyat lalu membunuh dengan cara perlahan. Kalian adalah bangsat-bangsat berdasi yang selalu melumuri wajah kalian dengan kotoran dan memudarkan garis kemanusiaan dari wajah kalian. Tidakkah cukup kalian makan dengan sekantong daging segar? Tidakkah kalian merasa puas dengan sebotol susu yang kalian minum? Tapi mengapa kalian masih mengambil puntungan rokok kami? Sebagai seorang penjahat kalian adalah yang paling bangsat dari penjahat manapun. Membunuh kami secara perlahan, memperkosa hak kami dan menelanjangi kami dengan aturan-aturan kalian yang memuakkan.
Habis sudah harapan kami akan datangnya seorang diantara kalian yang masih mau menerima hati nurani yang benar-benar suci. Habis sudah rasa sabar kami untuk menahan lapar lebih lama lagi. Seorang koruptor seperti kalian seharusnya mati dan tertimbun bersama timbunan sampah-sampah yang membusuk. Kebusukan kalian adalah hal yang paling memalukan yang pernah kami lihat. Negeri ini bukan milik kalian, bangsat! Kami malu dengan bajingan seperti kalian yang hobi menyurati setiap kebusukan dengan kata-kata manis.
Kembalilah hati nurani, jangan jadikan kami yang jelata seperti pecundang-pecundang korup itu. Kami ingin keadilan dan kami ingin jadi seorang yang jujur meski kami harus berlapar-lapar sampai saatnya tiba kami akan merajam para bajingan korup itu.

Bangsatnya Para Koruptor

Monday, April 23, 2012

Hari ke hari semakin tersakiti.
Negeri tercinta smakin terluka.
Terlihat jelas, kerut di dahi.
Terlihat jelas, tangisan Ibu Pertiwi.


Hutan ku digunduli dan Kota ku semakin tak terkendali.
Kebutuhan melambung tinggi, tapi korupsi masih terus terjadi.
Tak tau malu menjadi budaya yang eksis di negeri ini.


Hati nurani, dimana kau sembunyi.
Negeri tercinta menutup muka.
Tak terlihat lagi, ramah negeriku.
Tak terlihat lagi, damainya Ibu Pertiwi.

Dulu kita berjuang bersama mengusir tikus-tikus putih dari bumi pertiwi, dan dulu kala kita berjuang bersama-sama membebaskan negeri ini dari tangan tikus-tikus yang lain. Tapi sekarang...?? Kami berjuang untuk mengisi perut kami yang kosong, sedangkan kalian berjuang menampung perut kalian yang telah kenyang. Tidakkah kalian ingat, kamilah yang membawa kalian duduk disana. Dan tidakkah kalian merasa, keringat kamilah yang kalian jilati. Sesuatu telah berubah di negeri ini, kami yang terpinggirkan adalah kaum penurut yang mungkin sebentar lagi akan membakar kalian hidup-hidup. Kalian tak akan pernah tau kemarahan kami, karena kalian sibuk mengatur barisan-barisan harta kalian yang menggunung. Kami tak pernah ingin kalian menjadi miskin, kami juga tak menginginkan kalian sengsara. Yang kami inginkan adalah keadilan dan kemakmuran bagi rakyat.

Kalian bangga dengan kebusukan, kalian bangga telah menjadi seorang bangsat ditengah-tengah kami. Menerkam kami dalam kemelaratan dan menimbun kami dalam kemiskinan. Wahai para bangsat karuptor, tunggulah saat kami akan menunjuk hidung kalian dengan tulang belulang kesedihan yang sebenarnya telah kalian gali pada saat ini. Tak akan ada lagi belas kasihan kami atas orang-orang seperti kalian, dan tak akan ada lagi yang akan mengangkat bahkan menyeret kelain keluar dari keanarkian kami.